CewekBanget.ID - Girls, jangan pernah iseng memancing trauma psikologis seseorang, ya.
Belakangan ini, ada sebuah tren di media sosial untuk memancing reaksi seseorang, khususnya orang tua dan orang berusia lanjut di sekitar pelaku tren terhadap hal-hal yang ternyata memicu trauma mereka di masa lalu.
Ini merupakan tren yang sebetulnya enggak lucu dan malah dapat membahayakan pengidap trauma, lho.
Ketahui dampak membangkitkan trauma seseorang yang bisa jadi berbahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain!
Baca Juga: Gini Cara Ampuh Atasi Trauma Karena Peristiwa yang Bikin Syok!
Trauma
Menurut American Psychological Association (APA), trauma adalah respon emosional terhadap peristiwa mengerikan seperti kecelakaan, pemerkosaan, atau bencana alam.
Namun, seseorang dapat mengalami trauma sebagai respons terhadap peristiwa apa pun yang mereka anggap mengancam fisik atau emosional atau berbahaya.
Seseorang yang trauma dapat merasakan serangkaian emosi baik segera setelah kejadian dan dalam jangka panjang.
Mereka mungkin merasa kewalahan, enggak berdaya, kaget, atau kesulitan memproses pengalaman mereka.
Selain itu, trauma juga dapat menyebabkan gejala fisik.
Trauma dapat memiliki efek jangka panjang pada kesejahteraan seseorang.
Jika gejalanya menetap dan enggak menurun dalam keparahan, itu dapat menunjukkan bahwa trauma telah berkembang menjadi gangguan kesehatan mental yang disebut gangguan stres pasca-trauma (Post-Trauma Stress Disorder atau PTSD).
Jenis Trauma
Ada beberapa jenis trauma yang harus kita ketahui.
Salah satunya trauma akut yang merupakan hasil dari satu peristiwa stres atau berbahaya.
Ada pula trauma kronis, hasil dari paparan berulang dan berkepanjangan untuk peristiwa yang sangat menegangkan seperti kasus pelecehan, intimidasi, atau kekerasan dalam rumah tangga.
Sementara itu, trauma kompleks diakibatkan paparan berbagai peristiwa traumatis, dan trauma sekunder atau trauma perwakilan, adalah bentuk lain dari trauma ketika seseorang mengembangkan gejala trauma dari kontak dekat dengan seseorang yang telah mengalami peristiwa traumatis.
Anggota keluarga, profesional kesehatan mental, dan orang lain yang merawat mereka yang pernah mengalami peristiwa traumatis berisiko mengalami trauma perwakilan, dengan gejala yang seringkali mirip dengan PTSD.
Baca Juga: Kenapa Pasien Sembuh COVID-19 Rentan Gangguan Kejiwaan? Ini Penjelasannya Menurut Studi!
PTSD
Post-Trauma Stress Disorder (PTSD) berkembang ketika gejala-gejala trauma bertahan atau memburuk pada minggu-minggu dan bulan-bulan setelah peristiwa yang membuat stres.
PTSD menyusahkan juga mengganggu kehidupan dan hubungan sehari-hari seseorang.
Gejalanya termasuk kecemasan parah, kilas balik, dan ingatan yang terus-menerus dari peristiwa tersebut.
Gejala lain PTSD adalah perilaku menghindar; jika seseorang mencoba untuk menghindari memikirkan tentang peristiwa traumatis, mengunjungi tempat di mana ia terjadi, atau menghindari pemicunya, itu bisa menjadi tanda PTSD.
PTSD dapat berlangsung selama bertahun-tahun, meskipun pengobatan dapat membantu orang untuk mengelola gejala dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Faktor risiko untuk mengembangkan PTSD meliputi trauma sebelumnya, rasa sakit atau cedera fisik, memiliki sedikit dukungan setelah trauma, berurusan dengan stresor lainnya pada saat yang sama, serta kecemasan atau depresi sebelumnya.
Gejala dan Dampak Trauma
Sementara itu, secara umum gejala yang kerap dialami seseorang apabila trauma mereka diungkit kembali adalah syok, insomnia atau sering bermimpi buruk, mudah kaget, denyut jantung meningkat, hingga linglung dan sulit konsentrasi.
Orang dengan trauma juga cenderung mudah marah dan sensitif, memiliki kecemasan dan ketakutan berlebihan, merasa sedih dan putus asa, merasa bersalah, malu, dan menyalahkan diri sendiri, serta menarik diri dari lingkungan sekitar.
Orang yang memiliki pengalaman traumatis akan tampak terguncang dan kehilangan arah; mereka kemungkinan enggak menanggapi percakapan seperti yang seharusnya dan biasanya mengalami kecemasan yang berlebih hampir di sepanjang waktu.
Biasanya kenangan dan pikiran atas trauma terkait selalu melekat tanpa bisa dilepaskan, sehingga gejala trauma sangat mungkin terjadi kapan saja.
Setiap hari kita bisa terbayang-bayang kejadian buruk yang pernah dialami dan akhirnya selalu diselimuti ketakutan serta kecemasan sehingga kualitas hidup kita pun menurun.
Namun, berhadapan langsung dengan kejadian yang mengingatkan kita pada trauma akan memperparah gejala yang akan muncul.
Inilah alasan utama membangkitkan trauma seseorang di masa lalu, terutama jika peristiwa tersebut menjadi sejarah buruk, sama sekali enggak pantas dijadikan konten hiburan di media sosial atau dijadikan lelucon, girls.
Yuk, jadi sosok yang lebih baik dengan memahami dan menghargai trauma seseorang kalau memang kita enggak bisa begitu banyak membantu mereka melupakan pengalaman buruk tersebut.
(*)
Baca Juga: Butterfly Hug di Drama 'It's Okat To Not Be Okay' Faktanya Tepat Atasi Kecemasan Pada Pasien Trauma!
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Kinanti Nuke Mahardini |
KOMENTAR