Hubungan kodependen melibatkan pasangan pasif dan dominan yang keduanya menemukan kepuasan dalam ketergantungan emosional dan/atau praktis pasangan pasif pada pasangan dominan.
Pasangan pasif merasa dicintai ketika orang lain bersedia melakukan segalanya untuknya.
Baca Juga: Gini 4 Cara Menjaga Kesehatan Mental di Circle Pertemanan Toxic
Pasangan dominan merasa dicintai saat dibutuhkan. Semakin besar ketergantungan pasangannya, maka orang tersebut semakin merasa dicintai.
Dalam hubungan toxic antara ibu dan anak ini, ibu berperan sebagai pasangan yang dominan. Dia melakukan tindakan ekstrem untuk memastikan anaknya selalu membutuhkannya, sehingga menghambat perkembangan yang sehat.
Pola asuh kodependen menghasilkan anak-anak yang kodependen secara emosional dan/atau praktis. Seorang anak akan menjadi pasangan yang pasif atau dominan ketika dewasa, tergantung pada kepribadian dan kekuatan kemauannya.
Dalam kasus orang dewasa yang memiliki hubungan toxic dengan mamanya, hal ini memang benar adanya.
5. Kita suka mengkritik semua orang, terutama diri sendiri
Pola asuh yang toxic menimbulkan banyak kritik terhadap anak. Para ibu ini dengan keras mengkritik setiap perilaku yang enggak menyenangkan mereka, dan pelanggaran sekecil apa pun akan menimbulkan omelan atau hukuman yang enggak proporsional.
Psikologi telah lama mengajarkan kita bahwa kita semua mengembangkan suara hati, dan bagi banyak orang dewasa, suara hati mereka adalah milik salah satu orang tua mereka, disadari atau tidak.
Sebagai anak dari mama yang toxic, kita selalu merasa diawasi, seolah-olah ada yang memperhatikan dan mengkritik kinerja kita sehari-hari. Kita dengan kasar menilai diri sendiri untuk setiap kesalahan atau kemunduran.
Kegagalan membawa krisis emosional bagi kita, karena harga diri kita hanya bergantung pada kesuksesan.
Kita terus-menerus melawan suara di kepala yang terus-menerus mengulangi bahwa kita enggak cukup baik atau belum cukup sukses. Kita memiliki kecenderungan perfeksionis dan ekspektasi tinggi terhadap orang lain, enggak hanya menjadi pengkritik terburuk bagi diri sendiri tetapi juga orang lain.
6. Kita memerlukan validasi terus-menerus
Anak-anak yang dibesarkan oleh ibu yang toxic akan menjadi dewasa dengan harga diri yang rendah. Lingkungan masa kecil mereka ditandai dengan kritik, kasih sayang yang dirahasiakan, cinta yang bersyarat, dominasi, dan konflik.
Mereka diganggu oleh perasaan enggak berharga dan mencari pengakuan dari orang-orang terdekat mereka. Mereka terutama menginginkan pengakuan yang sering melalui pengakuan atas perilaku atau pencapaian yang baik dan/atau kepastian bahwa mereka dicintai.
Sebagai orang dewasa, karena kita tumbuh dengan ibu yang toxic, kita yakin bahwa kita pada dasarnya enggak dapat dicintai dan takut orang lain akan segera menyadarinya.
Ketika kita melakukan sesuatu dengan baik, kita memastikan orang-orang di sekitar kita mengetahuinya.
(*)
Baca Juga: 4 Alasan Toxic di Balik Kita Harus Jadi Pribadi yang Kuat. Keliru!
Source | : | yourtango.com |
Penulis | : | Siti Fatimah Al Mukarramah |
Editor | : | Siti Fatimah Al Mukarramah |
KOMENTAR