Mobil itu berhenti di depan rumahku. Aku bersyukur lampu ruang tamu masih terlihat menyala dari luar. Aku sudah takut saja dikuncikan.
"Makasih ya Ndi. Kamu hati-hati di jalan." Sebelum aku hendak membuka pintu keluar, tangan Andi menggenggam lenganku.
"Tunggu."
"Ya kenapa?"
Andi menatapku lama.. Dia menatapku lekat-lekat, mendekatkan mukanya ke mukaku. Seketika aku ingin berteriak memanggil Beku.
Aku dan Andi mencapai bulan keduabelas. Andi selalu bersedia menjemputku pulang sekolah, sepulang dia dari kuliah. Kadang jika dia tak sempat menjemputku, dia mampir ke rumahku. Untuk sekadar bertemu. Kurasakan dunia ini milik aku dan Andi. Beku tidak ada.
***
Sore itu aku sibuk dengan tugas kuliahku. Seperti biasa, aku mengerjakannya di teras rumah, dengan alat musik bermain di telingaku. Seisi internet aku jelajahi mencari materi-materi yang dapat melengkapi tugasku. Tidak sadar, sudah ada seseorang di sampingku. Tersenyum.
"Hai, Kin."
"Beku?" Buru-buru aku lepaskan earphone dari kupingku dan membalikkan badanku menghadapnya.
"Loh, lo di Jakarta? Kapan pulang? Memang libur?"
"Baru sampe. Bosen aja di Malang. Gitu-gitu aja."
"Siapa suruh kuliah jauh-jauh."
"Lo apa kabar? Ih, udah kuliah aja sekarang."
"Baru semester dua.."
"Kita main sepeda, yuk?"
"Hah? Lo kenapa? Ini enggak liat tugas seabrek? Lagian dadakan sih."
"Yaelah, main sepeda aja pake direncanain."
"Ya, pakelah."
"Besok, deh, besok. Gue selesaiin, nih, semua sekarang. Besok kita ke Senayan, ya?"
"Besok gue gak bisa."
"Kenapa?"
"Gue mau pergi...."
"Pergi ke mana? Balik lagi ke Malang? Ih, enggak jelas bolak-balik."
"Ha-ha-ha, ya udah. Jaga diri baik-baik, ya, Kin. Gue sayang sama lo."
Jantungku ingin berhenti berdetak selamanya. Aku hanya bisa bungkan dan salah tingkah. Beku berdiri dan mengusap-usap rambutku, melangkah meninggalkanku menuju ke rumahnya.
***
Ayam berkokok tanda fajar telah tiba. Aku belum juga menutup mata. Kejadian sore kemarin terus mengulang di kepalaku dan kata-kata itu. Gue sayang sama lo. Ingin sekali aku rekam dan kuputar kembali sebagai lagu pengantar tidur. Jarum jam menyadarkan lamunanku dan memaksaku bangkit dari tempat tidur melanjutkan hidupku. Bergegas aku menyiapkan segala tugas kemarin. Aku ambil kunci mobil di gantungan ruang keluarga. Langkah kakiku tergesa keluar rumah dan berhenti tepat di bendera kuning yang menancap di pagar rumah tetanggaku. Kulangkahkan kakiku ke rumah itu. Kulihat Tante Nina dan suaminya menangis tak karuan. Aku bertanya-tanya dan tak ingin tahu jawabannya.
Kecelakaan bus antarkota pulau Jawa. Hari Rabu sore, tepat pada hari dia mengutarakan mantra itu. Suara sirine datang, ambulans itu berhenti di depan rumah keluarga Tante Nina. Pintu ambulans itu terbuka. Mereka menggotong pemuda itu. Beku....
(oleh: angeline rizkyani zaini, foto: imgfave.com)
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR