World Mental Health Day akan diperingati pada tanggal 10 Oktober nanti. Diadakannya World Mental Health Day ini sekaligus menjadi peringatan buat kita tentang bahasa penyakit metal yang bisa menyerang siapapun.
Mengaku depresi enggak seharusnya diucapkan secara gampang oleh kebanyakan orang. Butuh diagnosa yang tepat supaya penyembuhannya pun tidak terhambat.
Kenapa mengaku depresi tanpa berpikir panjang memberi banyak konsekuensi? Ini jawabannya.
(Baca juga: Ini Dia Perbedaan Cewek dan Cowok Saat Lagi Jatuh Cinta)
Sulit mendiagnosa secara klinis
‘Depresi’ adalah kata yang terdengar biasa saja, tapi ternyata kata yang sering diucapkan tanpa pikir panjang ini menyulitkan para ahli untuk mendiagnosa keadaan tersebut secara klinis.
Depresi memiliki nama klinis MDD (major depressive disorder), yaitu sering ditandai dengan gejala-gejala berupa perubahan buruk pada hidup atau kebiasaan seseorang selama lebih dari dua minggu.
Jika kita menderita MDD, kita akan mengalami perasaan yang hopeless, marah, dan putus asa dalam jangka waktu yang lama serta terus-menerus dalam periode waktu tertentu.
Menjadi sugesti pada diri sendiri
Dilansir dari cleo.com.sg, Elizabeth Ho, seorang konsultan psikologis di The Resilienz Clinic melarang seseorang untuk menggunakan kata ‘depresi’ tanpa konteks yang tepat. Hal ini disebabkan karena, ketika kita berkata, “Aku depresi’, hal ini bisa menjadi sugesti pada diri sendiri dan mengakibatkan kita menjadi depresi beneran.
“Tubuh kita pada akhirnya menjadi terbiasa dengan self-labeling yang sering kita lakukan,” terang Elizabeth Ho.
(Baca juga: 4 Zodiak Cowok yang Paling Cuek. Gebetan Atau Pacar Kamu Termasuk Juga?)
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR