Pelaku menggunakan pendekatan emosi dan psikologis pada calon korban
Fakta pertama adalah berubahnya pola rekrutmen para pelaku dengan cara memanfaatkan dan mengeksploitasi anak untuk melancarkan pendekatan emosi dan psikologis, yaitu mengajak teman sebaya.
Proses rekrutmen ini instan dan cepat sekaligus menyamarkan pelaku sebagai otak perekrut yang sebenarnya.
Terbukti dalam waktu singkat terkumpul 12 orang target dengan profil mirip. Yaitu para remaja (di bawah umur), dalam keadaan putus sekolah, enggak dengan dunia malam, kurang kasih sayang serta perhatian orang tua dan sedang membutuhkan pekerjaan.
Baca Juga: Menurut Riset, Makan Makanan Pedas Bisa Bikin Cepat Pikun. Kok Bisa?
Diiming-imingi uang di awal rekrutmen
Calon korban mendapat pinjaman uang Rp 5-10 juta yang digunakan untuk memenuhi keperluan hidup mereka.
Mulai dari HP, tempat tinggal/kos, baju dan makan sehari-hari. Dari fasilitas, uang tersebut kemudian berubah jadi hutan dimana korbannya terikat dan tereksploitasi.
Hutang-hutang tersebut harus dibayar di luar pendapatan mereka saat bekerja.
Pekerjaan korban yang berujung pada eksploitasi seksual
Hampir seluruh korban mulanya dijanjikan bekerja di tempat karaoke hanya sebagai pemandu lagu.
Tetapi, karena kebutuhan yang terus dipenuhi dan menumpuk jadi hutang, akhirnya sulit menghindari terjadinya eksploitasi seksual pada korban.
Baca Juga: Sepele, Tapi 5 Kebiasaan Buruk Ini Bisa Bikin Cepat Kena Stroke!
Penulis | : | Septi Nugrahaini Rahmawati |
Editor | : | Septi Nugrahaini Rahmawati |
KOMENTAR