CewekBanget.ID - Studi terbaru para peneliti dari University of Toronto di Kanada menemukan tingkat depresi meningkat tiga kali lipat dibandingkan sebelum pandemi COVID-19.
Menurut penelitian yang diterbitkan di Journal of American Medical Association, depresi ini meliputi gejala ringan hingga yang parah.
Kira-kira kenapa bisa terjadi seperti itu?
Baca Juga: Ahli: Sering Mengonsumsi Junk Food Bikin Kita Rentan Terkena Depresi!
Peningkatan Depresi Selama Pandemi
Dikutip dari Eurekalert, ada lebih 73.000 sampel orang dewasa di Amerika Serikat dari survei Household Pulse Survei, pendataan mingguan oleh Biro Sensus AS mengumpulkan informasi dampak sosial dan ekonomi akibat COVID-19.
Peneliti menemukan, orang dewasa yang mengalami empat gejala umum kecemasan dan depresi memiliki risiko dua kali lebih besar untuk menunda perawatan medis atau enggak menerima perawatan medis yang diperlukan di tengah pandemi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hal ini mengkhawatirkan, karena menunda perawatan medis dapat berdampak buruk pada kesehatan jangka pendek dan panjang, tergantung kondisinya.
Sementara dikutip dari laman kesehatan WebMD, data keseluruhan memperlihatkan bahwa dalam studi ini orang miskin yang kehilangan pekerjaan dan tabungan adalah kelompok yang paling terpengaruh.
"Orang dengan pendapatan rendah dua kali lebih mungkin mengalami depresi, dan orang dengan pendapatan yang sama tetapi memiliki tabungan, lebih sedikit 1,5 kali kemungkinannya mengalami depresi," kata Ketua Peneliti, Catherine Ettman yang juga Direktur Pengembangan Strategis di Boston University's School of Public Health, dilansir dari WebMD.
Rentetan Peristiwa Menimbulkan Depresi
Menurut Ettman, pandemi ini bukan hanya satu peristiwa, melainkan juga ada ketakutan, kecemasan, dan konsekuensi ekonomi yang dramatis, terutama di antara orang-orang dengan sumber daya yang lebih sedikit.
Ia pun mengingatkan siapapun untuk memperhatikan masalah kesehatan mental.
Penelitian tersebut melibatkan lebih dari 1.400 orang berusia 18 tahun ke atas yang menyelesaikan survei 'COVID-19 and Life Stressors Impact on Mental Health and Well-Being' antara 31 Maret hingga 13 April.
Data ini kemudian dibandingkan dengan data lebih 5.000 orang yang mengikuti Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional dari 2017 sampai 2018.
Sejak pandemi, 25% responden melaporkan depresi ringan, dibandingkan saat sebelum pandemi tercatat 16%, sementara 15% mengalami depresi sedang dan sebelum pandemi tercatat 6%.
Baca Juga: Kecemasan dan 4 Gangguan Umum Bisa Muncul Bersamaan dengan Depresi!
Jangan Abaikan Depresi
Seorang ahli yang enggak terlibat dalam penelitian tersebut pun berpendapat bahwa tingkat depresi akibat COVID-19 mungkin akan lebih tinggi dibanding data yang diambil pada Maret dan April itu.
Yang juga menambah tekanan dari pandemi ini adalah kekhawatiran orang tua soal sekolah anak-anak mereka.
Stres dan depresi terutama di antara mereka yang paling terpukul secara ekonomi akan berlangsung lama.
Baca Juga: Kenapa Pasien Sembuh COVID-19 Rentan Gangguan Kejiwaan? Ini Penjelasannya Menurut Studi!
Oleh karena itu, orang yang merasa tertekan sebaiknya enggak mengabaikan perasaan ini.
Hal pertama adalah waspada dan terbuka terhadap fakta bahwa kita sah saja mengalami reaksi emosional terhadap COVID-19.
Bicaralah dengan anggota keluarga atau dokter jika memungkinkan, untuk benar-benar memahami tingkat gejala depresi.
Lebih dari itu, kita juga sebaiknya menjalankan evaluasi secara formal, dan mungkin menangani depresi dengan psikoterapi individu atau kelompok.
(*)
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Indah Permata Sari |
KOMENTAR