Aku Reisha. Ingatanku samar tentang kejadian itu. Toni ada di sampingku, terbaring kaku tak bergeming. Suara orang yang mengerumuni menggema di kepalaku. "Panggil ambulans! Segera! Ayo cepat!" teriak mereka. Motor yang kunaiki bersama Toni rusak, mengeluarkan kebulan asap hitam yang di mataku berbentuk seperti malaikat pencabut nyawa. Aku tidak melihat apa yang menabrakku dan Toni saat itu. Pertama-tama kurasakan dentuman kencang kemudian motor Toni bergoyang hebat. Kemudian hitam.
Aku adalah orang yang pendiam. Aku tidak memiliki banyak teman. Aku tipikal cewek murung yang tidak memiliki daya tarik sama sekali. Berbeda dengan Toni yang merupakan cahaya. Ia adalah kapten tim futsal dan wakil ketua OSIS. Aku yakin banyak cewek yang mendekatinya. Tetapi ia memilihku, ia tetap di sampingku walau aku seperti ini. Ia tetap bersamaku sampai ajalnya tiba.
Dua minggu setelah kejadian tersebut, aku memberanikan diri untuk datang ke sekolah. Tapi yang kulakukan hanya menyendiri. Aku masih teringat Toni, tentu aku tidak bisa melupakannya. Senyumannya, perhatiannya, pelukannya. Aku sangat merindukannya.
"Hei, kalian tahu tentang hantu yang suka muncul di jalan dekat sekolah kita? Katanya itu adalah siswa sekolah kita yang baru saja meninggal!" ujar Grace di depan kelas. Suara dalam kelas membahana, menandakan mereka tertarik untuk melihat siapa sosok hantu tersebut. Begitu pula aku. Aku tertabrak di jalan dekat sekolah. Hantunya murid sekolahku. Itu pasti Toni! Aku ingin bertemu dengannya.
Dibekali rasa ingin tahu dan ingin bertemu, aku memberanikan diri untuk melewati jalan itu sekali lagi. Di dalam hati aku sangat takut. Aku tidak mau kejadian hari itu kembali masuk ke pikiranku secara paksa. Sekarang aku di gerbang sekolah. Aku harus segera memilih jalan mana yang harus kulewati hari ini. Ke kanan, atau ke kiri tempat kejadian itu terjadi. Siswa-siswa lain mulai keluar gerbang. Aku berdiri terdiam dan berpikir mana jalan yang harus kulewati. Dan akhirnya kuputuskan, untuk hari ini aku lewat jalan kanan.
Esok harinya aku kembali masuk sekolah. Kulalui waktuku di sekolah berada di perpustakaan, tempatku dan Toni pertama kali bertemu. Saat itu Toni kelas dua dan aku setahun di bawahnya. Aku hendak mengisi formulir data diri untuk kartu perpustakaan, tetapi aku tidak membawa alat tulis. Toni menghampiriku saat itu kemudian memberikanku sebuah pulpen hitam. Setelah mengisi formulir, aku hendak mengembalikan pulpen itu, tetapi ia sudah menghilang. Esoknya aku menemuinya lagi di perpustakaan dan dari situlah aku mulai mengenalnya.
Bukan hanya aku saja yang sedih setelah sepeninggalan Toni. Entah kenapa ibuku seperti merasakan kesedihan yang sama sepertiku, bahkan lebih. Aku memang pernah mengenalkan Toni kepada ibu. Setiap Toni mengantarku pulang, ibu juga sering menawarkan Toni minuman sebelum ia pulang. Mungkin ikatan antara mereka berdua lebih dalam daripada yang kuketahui selama ini. Karena kesedihan ibuku terlihat bagaikan seorang ibu ditinggal anaknya.
Saat pulang sekolah, sekali lagi aku mencoba untuk melewati jalan itu. Sebelum aku berubah pikiran aku berlari dengan menutup mata melewati gerbang sekolah dan berbelok ke arah kiri. Aku berlari sejauh mungkin kemudian aku memperlambat. Aku membuka mataku perlahan. Jalan itu. Sekarang jalan itu sunyi, berbeda sekali dengan yang teringat di kepalaku. Tiba-tiba seorang nenek tua berjalan menyusuriku.
"Kau mencari seseorang?" tanyanya tiba-tiba. Entah bagaimana nenek itu bisa tahu apa yang kuinginkan, aku hanya mengangguk. "Sebentar lagi dia akan datang." Kemudian nenek itu berbelok ke gang kecil di kiri jalan. Aku bermaksud mengikutinya, tetapi keinginanku untuk melihat Toni lebih besar. Aku mempersiapkan diriku. Apa yang akan kukatakan saat aku melihatnya? Apakah aku akan berlari memeluknya? Apakah aku bisa memeluknya? Banyak pertanyaan berkalut di pikiranku dan tidak lama kemudian, suara motor terdengar. Makin lama makin mendekat dan kulihat Toni menaiki motor itu! Toni-ku! Aku jatuhkan tas sekolahku dan aku berlari sekencang mungkin menghampirinya.
***
Aku Toni. Ingatanku masih jelas tentang kejadian saat itu. Reisha ada di sampingku, terbaring kaku tak bergeming. Suara orang yang mengerumuni menggema di kepalaku. "Panggil ambulans! Segera! Ayo cepat!" teriak mereka. Motorku rusak, mengeluarkan kebulan asap hitam menandakan bahwa motor itu sudah tidak bernyawa, sama seperti cewek yang sekarang ada di sampingku. Saat itu aku dalam keadaan setengah mengantuk dan tidak sengaja motorku mengambil jalan kanan. Saat itu juga mobil hitam melaju cepat ke arahku dan Reisha. Aku berbelok ke arah trotoar, tetapi bagian belakang motorku tertabrak.
Orangtua Reisha memaki-makiku, bahkan ibunya menamparku. Aku memang bersalah, tetapi Reisha juga bersalah. Dia cewek jelek dan pemurung yang egois. Aku hanya meminjamkan pulpen dengan tinta yang hampir habis kepadanya, tetapi ia mendekatiku hampir setiap hari di perpustakaan. Aku telah berusaha menjauhinya, tetapi ia tetap mendekatiku sampai terkadang memaksaku mengantarnya pulang.
Dua minggu setelah kecelakaan itu, aku melewati kelas Reisha. Aku mendengar salah seorang teman sekelasnya meneriakkan bahwa ada hantu yang muncul di jalan itu. Aku yakin itu pasti Reisha. Mungkinkah arwahnya tidak tenang karena diriku? Aku tidak mau bertemu dengannya.
"Hei, Ton! Elo enggak penasaran sama hantu si Reisha?" tanya sahabatku blak-blakan. Saat itu kantin sekolah sedang tidak terlalu ramai, aku tidak peduli ada yang mendengar percakapan ini atau tidak.
"Enggaklah, man. Serem gua. Gua tiap hari muter jalan," jawabku.
Kedua alis mata sahabatku menaik. Kemudian ia tertawa keras. "Cupu lo! Lo yang bikin dia mati juga!"
Saat itu aku ingin sekali meninju orang ini. Tapi apa yang dia katakan ada benarnya. Aku tidak boleh lari terus. Aku harus melihat apa sebenarnya yang ada di jalan itu. Dan hari ini, dibekali rasa ingin tahu dan takut setengah mati, aku memberanikan diri untuk melewati jalan itu lagi.
Udara dingin menghembus kulit leherku yang tidak tertutup jaket. Sekarang aku sudah berada dekat jalan itu. Tinggal berbelok ke arah kanan aku akan sampai di tempat kejadian. Aku membawa motorku perlahan, menyusuri jalan itu dengan hati-hati. Tidak ada apa-apa. Aku menghentikan motor di depan sebuah gang kemudian duduk menyamping. Aku menghembuskan napas lega karena apa yang kutakuti selama ini ternyata hanya bualan belaka. Tepat sebelum aku melaju cepat, ingin segera meninggalkan jalan ini, tiba-tiba seorang nenek muncul di depan motorku. Untung aku menekan tuas rem tepat waktu, aku tidak ingin membunuh seseorang lagi.
"Apakah kau sudah bertemu dengannya?" tanya nenek itu.
Aku tidak mengerti apa yang dikatakan nenek itu. "Maksud nenek apa?"
Nenek itu hanya membalas pertanyaanku dengan senyuman. "Syukurlah kau menemukannya, Non."
Non? Oh, aku mengerti apa maksud nenek itu. Nenek itu tidak berbicara denganku, melainkan dengan penumpang yang sekarang ada di belakangku. Perlahan aku merasakan bulu kudukku berdiri. Dia menemukanku.
***
(oleh: Fauziah Nur Sabrina, foto: weheartit.com)
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR