"Tuh kan bagus, yang nulis siapa dulu?" pamer Fahmi.
"Lo yang nulis?" tanyaku antusius. Aku emang tahu kalo Fahmi kerja honorer di majalah yang kemarin aku pinjem. Dia emang sering nyumbang artikel.
"Ha. Bukan gue. Tapi temen gue yang honorer juga, anak SMA Nusa Bangsa,"
"Sialan. Gue kira beneran lo yang nulis." Yah! Bukan dia yang nulis aja bangga. Kirain beneran dia yang nulis.
"Hhe. Tapi tampang-tampang gue emang meyakinkan kan buat jadi penulis tuh artikel?" timpal Fahmi lagi.
"Jadi petani cokelatnya gue percaya," godaku dengan nada ketus. Dan tertawa di akhir.
"Kingkong," Fahmi mencibir. Hha. Cakep banget Fahmi kalau mencibir kayak gitu. Mirip banget kayak yang dia bilang.
"Kidding, kidding!" aku tertawa.
***
Pelajaran sejarah selesai juga! Lega! Brarti saatnya pulang ke rumahku istanaku. Cukup dua jam bahas konflik Ken Arok sama Tunggul Ametung. Dari SD, cerita Ken Arok enggak habis-habis diceritain sama guru sejarah. Ken Arok juga sih pake naksir-naksir sama Ken Dedes. Pake bikin keris lagi sama si Empu. Terus pakai mau gantiin Tunggul Ametung segala. Kan ribet jadinya.
Aku berdiri. Ku ambil jaket putihku dari kursi dan ku pakai. Lalu menarik tas abu-abuku dari dalam laci dan menyelempangkannya ke pundak kananku.
Aku keluar kelas bersama teman sebangkuku, Ucci. Kami berjalan ke parkiran bersama-sama. Ucci menuju mobilnya. Aku menuju motorku yang ku parkir di pojok parkiran.
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR