Berita kematian Yuyun (14), siswi SMP Bengkulu yang meninggal setelah diperkosa 14 cowok, mungkin terlambat diberitakan di berbagai media besar. Tapi berkat beberapa orang aktivis yang sangat peduli sama hak asasi dan kesetaraan gender, beritanya mulai menyebar. Orang mulai peduli dan ingin mengikuti kasusnya. Ada berbagai reaksi netizen mengenai kasus ini. Dari yang kaget, marah, sedih, sampai mengutuk. Dari berbagai reaksi itu, ada juga puisi yang dibuat penulis buku, Ayu Utami, mengenang Yuyun.
(Baca juga: 7 Buku Puisi Indonesia Yang Wajib Kita Baca)
Setelah Seorang Anak Diperkosa dan Dibunuh Teman Sebayanya | Oleh: Ayu Utami https://t.co/8IxeA3AcMS
— Qureta (@qureta) May 3, 2016
Setelah Seorang Anak Diperkosa dan Dibunuh Teman Sebayanya
Jika empat belas remaja bergerombol memperkosa satu anak dara,
kita tidak bisa berkata:
“selalu ada psikopat di antara kita.”
Jika empat anak tanggung berkawanan membungkam gadis yang sendiri,
kita tidak bisa berkata:
“wanita harus bisa jaga diri.”
Jika sekumpulan lelaki merajam satu dua tiga perempuan,
kita tidak bisa berkata:
“tegakkan moral dan agama.”
Kita tak bisa lagi mengandalkan hanya hukum
yang memenjarakan; si pelaku maupun korban
Kita tak bisa lagi bicara tegakkan ini tegakkan itu
Persis sebab “tegakkan” adalah bahasa jejantan
Bahasa kekerasan
Bahasa yang motifnya kekuasaan
Kita telah terjebak di dalamnya
Kita ajar anak-anak itu jadi pangeran
dan mainannya bukan hanya layang-layang
tapi juga dayang-dayang
yang boleh diterbangkan, diputus, dikoyakkan
sebab mereka hanyalah kepunyaan
(Selama lelaki dididik melihat perempuan sebagai kepunyaan, selama itu ia berhasrat menguasai)
Bahasa kekerasan, kita telah terjebak di dalamnya
Yang kita butuhkan adalah bahasa lain
Jika bukan bahasa cinta, maka bahasa keberanian
untuk menatap yang paling gelap dan menghadapi
Sebab di dalam yang gelap
kita menyentuh, meraba
kita tak tergesa-gesa
kita belajar menyadari
yang tak terpandang
kita tidak memiliki
tidak mengobyektivikasi
(Selama lelaki dididik melihat perempuan sebagai obyek, selama itu ia mengembangkan bakat memperkosa)
Setelah hari ini seorang anak diperkosa dan dibunuh,
apa yang kita lakukan sesudah menangis (dan mengutuk)?
Kita harus mengubah dunia
Dan mengajar anak-anak kita
Sekalipun layang-layang adalah mainan,
angin boleh menerbangkannya.
Meski seruling hanyalah sebatang bambu mati,
angin membuatnya bernyanyi.
Angin—bahkan angin, anakku—adalah individu.
(Jika lelaki dididik untuk melihat perempuan sebagai subyek, individu; ia punya hati dan harga diri untuk tidak memaksa)
Jika ada empat belas remaja memperkosa gadis yang sendirian,
Jika ada segala lelaki merajam segala perempuan yang tidak sendirian,
itu tanda kita telah terjebak
bahasa kekerasan
yang hanya tahu menaklukkan,
dan terus melahirkan kekerasan
Kita harus mulai dari awal
Jika bukan dengan bahasa perempuan, maka bahasa cinta
(yang menghapus segala obyektivikasi)
Yang menghapus segala pemujaan terhadap kekuasaan
Bukan lantaran anti
Tetapi agar bahasa jejantan jangan dipakai
kecuali dalam perkara paling mesra dan sunyi.
2 Mei 2016
Klik di sini untuk membaca tulisan Ayu Utami yang lainnya.
#Yuyun (14 tahun) diperkosa 14 cowok &dibunuh. Pelaku dihukum 15th penjara. Adil?https://t.co/jfvCfggCz7
— kaWanku magazine (@onyitkawanku) May 3, 2016
(Baca juga: 7 Tips Agar Bisa Menulis Puisi Yang Indah)
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR